Monday 15 December 2014

Diamond Snow, I wanna see it, SOMETIMES.


 
 Putri impian. Bisakah diri ini menjadi sepertinya?

Pertanyaan bodoh yang masih terlontarkan, setelah sekian lama. Tak henti-henti terucap oleh mulut ini, bahkan setelah ia mencaci. Telah terhapus-tidak seutuhnya. Bagiannya masih tenggelam dalam naungan diri yang bahkan tak masuk diakal. Tak bisa dicerna oleh beribu saraf. Hanya ada, dan semua yakin dia ada. Tak pernah ditangkap oleh mata. Ia lolos dari indera. Ia hanya frasa.

          Bahkan saat kusadar salju itu telah meleleh. Kulihat matahari itu, telah terbit, menghapus jejak kakinya. Diri ini percaya, ia ada. Membumbung diatas angan. Menyibaklah angin yang menerbangkan segalanya. Kuingin bangun dari harap. Kuingin jadi normal. Tapi, duniaku tak mengijinkanku. Duniaku, menjauh, dari impian. Diri ini tak mengelak. Meski, dia bodoh, dan hanya menulis kumpulan frasa-diatas kertas yang juga sama. Tak dapat kusentuh.
         
Diamond.

Diri ini terhanyut oleh segelintir rasa, yang hanya diterka. Apalah? Segalanya hanya torehan rasa yang tidak memiliki makna. Jika aku berkata, aku benci duniaku. Adakah yang ,memahaminya, tanpa bertanya, mengapa? Aku mengerti, karena itu, aku tahu posisiku. Aku hanya perlu menyukai apa yang tidak kusukai. Aku hanya perlu diam, meski hati ini memberontak ingin berucap. Aku hanya perlu menutup mata, dan telinga,. Meski kutahu hati ini melihat juga mendengar.

Diamond.

Gemerlap diri, berdiri di depan puluhan pasang mata. Gemetar tubuh, yang bahkan tak berhenti bergetar. Menanti harap, yang juga hanya bisa kuharap. Tak ada rasa, juga asa yang tersisa. Semua senyap, semenjak, diri ini dikira lenyap. Putih mengkilat, yang disinari lampu neon, menyilaukan. Tak ada alasan untuk tetap kokoh. Diri ini hadir, tak beralasan. Diri ini ada mungkin hanya untuk mengisi ruang hampa-yang bahkan tidak bisa kulihat.

Aku buta.

No comments:

Post a Comment