“Tik, tik, tik.”suara tetesan air hujan yang menerpa jendela
kamarku. Ingin ku berdiri, beranjak menuju jendela itu, seraya merasakan angin
malam yang akan menerpa tubuhku. Tapi, tubuhku terasa kaku. Akibat terbujur
kaku di tempat tidurku, dalam beberapa tahun ini. Tubuh yang mengalami lumpuh
total, karna sebuah penyakit yang hidup disetiap aliran darah dalam tubuhku
ini.
Awalnya hanya sekedar sakit biasa,
seperti demam yang disebabkan karena kekebalan tubuhku yang lemah. Tapi saat
Dokter Chatirene mengatakan... “Ada sel
kanker yang tumbuh dalam otak putri Bapak”, kepada keluargaku terutama
ayahku, semua berubah. Kekebalan tubuhku yang memang lemah, semakin lemah. Tawa
yang dulu selalu terpancar diwajah ayah, ibu, dan kakakku, saat melihatku,
berubah menjadi tawa palsu. Kadang aku melihat mereka menangis di belakangku
atau pada saat aku tertidur. Pernah aku pura-pura tertidur, hanya untuk melihat
wajah asli mereka. Pada saat itu, mereka akan saling menyalahkan diri sendiri,
karna lalai dalam merawatku. “Maafkan
aku, Yah, Bu ! Aku benar-benar tidak mampu merawat Sunny dengan benar. Mungkin
saja aku telah melukai hadiahku. Aku bukanlah kakak yang baik.”tutur
Kak.Steven pada suatu waktu.
Telah beberapa kali, aku melakukan
operasi pengangkatan sel kanker itu dalam tubuhku. Tapi pada waktu yang
berbeda, sel kanker yang lain akan tumbuh di titik yang berbeda dalam tubuhku.
Bagaikan tidak ingin lepas dari kehidupanku. Hingga aku lelah, pada
operasi-operasi yang menyakitkan itu, dan memutuskan untuk beristirahat di
rumah, tentu dengan perawatan berjalan.
Beberapa tahun kemudian, aku tidak
mampu menggerakkan kakiku. Setelah diperiksa oleh Dokter Chatirene, sel kanker
itu telah menguasai otak kecil, dan anggota gerakku. Sehingga mungkin suatu
hari nanti, aku akan mengalami kelumpuhan total. Setelah hari itu, aku
benar-benar mengalami kelumpuhan total. Dan aku mulai menyerah terhadap
hidupku. Setiap menit, bahkan detik hidupku, kulewati dengan terbaring di
tempat tidurku itu. Kadang, Kak.Steven akan menemaniku, dan menceritakan banyak
kisah untukku di kamar, yang bagaikan sebuah penjara dalam hidupku itu.
*****
“Hei, apa yang kau lihat?”tanya Kak.Steven, merusak lamunanku. “Aku melihat hujan itu. Sudah lama aku tidak
merasakan disentuh hujan. Bahkan sekarang mungkin aku sudah melupakannya.”jawabku.
“Apakah kau ingin merasakannya lagi?”tanya
Kak.Steven. “Mmm... Iyah. Apakah boleh?”kataku
mengangguk, dan bertanya. “Tentu saja
boleh. Jika kau mau ikut terapi.”balas Kak.Steven. “Apakah itu tidak sakit? Apakah terapi akan menyembuhkanku tanpa harus
menyakitiku? Kak, aku tidak ingin merasakan sakitnya tusukan jarum suntik lagi.
Aku tidak ingin merasakan panasnya pisau operasi yang akan menyentuh tubuhku
lagi. Aku tidak ingin merasakan itu lagi.”kataku seraya menggenggam tangan
Kak.Steven dengan keras. “Sunny... Terapi
itu bukan operasi. Terapi itu berbeda dengan operasi. Terapi tidak akan
menyakitimu. Jika dia menyakitimu, ada kakak yang akan melindungimu.”balas
Kak.Steven. “Benarkah itu? Apakah kakak
tidak membohongiku?”tanyaku. “Kakak
janji. Kakak akan menjagamu dan kakak tidak akan pernah membohongimu.”tutur
Kak.Steven. “Kalau begitu, aku akan ikut
terapi.”balasku. “Kak... Maukah kakak
menemaniku disini? Aku takut sendirian. Aku ingin tertidur, tapi aku takut.”lanjutku.
“Tentu. Apakah kau lupa? Kakak akan
menjagamu, kapanpun itu. Tidurlah...!”balas Kak.Steven.
*****
Aku telah mengikuti terapi,
beberapa minggu ini. Meskipun aku tahu, terapi ini tidak akan pernah
menyembuhkanku, dari kanker yang hidup dalam diriku. Paling tidak terapi ini,
membuatku duduk. Meski hanya di kursi roda. Dan selama itu, tidak mungkin aku
dibiarkan keluar dari rumah, meski hanya sedetikpun.
Aku memang telah mengalami
perkembangan dengan dapatnya aku duduk. Hal yang membuatku sangat bahagia. Tapi
didalam tubuhku, kanker itu telah menguasai semua titik didalam nya. Mungkin
kurang dari satu bulan ini, aku akan mati karna itu. Sekarang, fisikku juga
sangat buruk. Di umurku yang ke-15 tahun, aku bahkan terlihat sudah sangat tua.
Rambutku yang sekarang ini, bahkan tidak tersisa satupun. Aku yang seharusnya
dirawat di RS, hanya dirawat di rumah dan oleh seorang dokter pribadi. Karna
rasa sakit, dan takutku akan sesuatu yang telah dilakukan dalam diriku berulang
kali. Sesuatu yang membuat tubuhku dipenuhi bekas jahitan, yang sampai sekarang
ini, dapat kurasakan akan sakitnya. Sesuatu yang membuatku pasrah akan segala
hal yang akan terjadi dalam diriku. Sebenarnya, bertahan melawan penyakit dalam
9 tahun ini, adalah suatu keajaiban.
*****
“Mama, besok hari Ultahku. Bisakah mama dan papa mengabulkan satu
permintaanku? Permintaan yang terakhirku.”tuturku. “Apa sayang? Mama janji, mama akan mengabulkan semua permintaanmu.”balas
mama. “Aku ingin melihat Sunset di pantai, California, bersama
Kak.Steven.”jawabku. “Tapi kamu masih
sakit.”tutur mama. “Aku tahu itu.
Tapi tadi mama sudah janji.”balasku. “Mom...
Aku hanya takut, kalau suatu saat nanti, aku tidak akan pernah melihatnya lagi.”lanjutku.
“Tap... Tapi... sayang...”balas mama.
“Mom, please. Ini yang terakhir.”tuturku,
berharap mama akan mengijinkanku. “Baiklah
sayang. Ini yang terakhir.”kata mama mengijinkanku. “Thanks, Mom. I love you.”balasku.
*****
Menunggu Sunset Kak.Steven menyanyikan lagu untukku. Hari ini tidak akan
pernah kulupakan sampai kehidupan keduaku nanti. Kak.Steven berusaha membuatku
tertawa, meski dia sendiri yang ingin menangis. Semua itu, Kak.Steven lakukan
hanya untukku. Kak.Steven adalah kakak yang terbaik.
“Kak, aku dingin.”tuturku, saat aku tidak mampu menahan angin laut
yang menerpa tubuhku. “Pakai switter
milikku ini. Apakah kau masih dingin?”tanya Kak.Steven, yang terkadang
meneteskan air mata. “Ya. Ini sangat
dingin.”jawabku. “Mukamu pucat,
tanganmu dingin, dan bibirmu membeku. Seharusnya kita tidak datang seawal ini.
Apakah sebaiknya kita pulang?”tutur Kak.Steven ketakutan. “Tidak. Kurang dari satu jam lagi, matahari
akan terbenam. Aku akan menahannya.”balasku. “Benarkah kau tidak apa-apa? Baiklah aku akan memelukmu, agar kau tidak
kedinginan, lagi.”tutur Kak.Steven, melawan rasa takutnya. “Terima kasih, Kak.”tuturku. “Bangunkan aku jika, mataharinya akan
terbenam yah, kak !”lanjutku, bersandar di pundak Kak.Steven.
Kak.Steven, Terima kasih karna telah menjadikanku satu-satunya cinta
dalam hidup kakak. Maafkan aku, karna aku tidak mampu menjadi matahari untuk
kakak. Perlu kakak tahu. Kalau matahari yang sebenarnya adalah kakak. Sedangkan
aku hanyalah bulan yang tidak memiliki secuilpun cahaya. Bulan yang terus
menerus mengambil cahaya dari matahari. Bulan yang tidak akan pernah dikenal,
tanpa adanya matahari. Dan bulan yang terus-menerus bersandar pada matahari.
Seperti saat ini. Sekarang
matahari yang kakak maksud itu, akan benar-benar terbenam diufuk barat. Dan
besok kakak benar-benar akan menjadi matahari itu, bukan aku lagi. Matahari
yang akan menyinari hidup Papa dan Mama. Sedangkan aku akan benar-benar
menghilang. Menghilang dari kehidupan kakak. Tapi ini sudah membuatku bahagia.
Kalau aku pernah menjadi satu-satunya cinta dalam hidup kakak.
By Sunny, Your sister & Your
love.
*****
Aku tidak tahu, sampai kapan aku akan bertahan dalam dunia ini.
Terbangun dalam fajar, menunggu datangnya SUN-RISE,
atau menanti hadirnya malam, sambil melihat SUNSET. Yang jelas aku tahu satu hal. Bahwa aku mencintaimu, dan
kau mencintaiku. Satu hal yang telah membuatku merasa lengkap didunia ini.
Meski suatu saat nanti kita akan benar-benar terpisah oleh waktu dan keadaan.
By Steven and Sunny. [The Sun and The Moon.]
(11.08/06/01/2013/tulipungu)
No comments:
Post a Comment